Selasa, 26 Maret 2013

You Are My Harbour? Maybe

Perahu? Ya, perahu itu mengalir, tak jelas dia mau kemana, dia hanya ingin menuju suatu takdir yang dia tak bisa membacanya. Ya, tujuannya hanyalah mencari dimana dia bisa tertambat dengan tenang. Dan bisa menikmati tempat persinggahannya sampai ia merasa tenang disana. Banyak tempat yang telah ia lalui, tempat ia transit, telah ia rasakan setiap pelabuhan itu, tapi hanya ada satu pulau akhir yang akan menuntunnya pada kebahagiaan yang abadi.

Aku tak tahu, apakah analogi ini benar atau tidak dengan cerita yang akan aku ceritakan... Entahlah?

Ya, aku bagaikan perahu itu mungkin, yang berpetualang ke setiap pelabuhan, merasakan setiap pesonanya. Aku mengenalmu lebih dahulu, lebih awal dari mereka-mereka yang pernah aku singgahi. Kau tahu? Diri itu adalah kamu. Ya! sejak sekolah dasar aku telah mengenalmu, tapi kau mungkin tak pernah tahu sejak kapan, ya sejak kita sering ditertawakan kalau kita saling menyukai oleh teman-teman. Awalnya aku memang tak pernah ada rasa padamu, ya aku masih terlalu dini untuk bisa merasakan itu. Aku sebel ketika orang-orang memfitnahku kalau aku menyukaimu. Tak pernah!!
Namun, kau seolah membuatku kagum, kau pintar, aku menganggap dirimu adalah wanita yang sempurna saat itu, aku tak pernah melihatmu alpa mengerjakan PR, kau yang begitu teladan, aku berani bertaruh tak ada guru yang tak menyukaimu waktu itu. Kau selalu menjadi juara kelas. Aku kagum, aku seolah terpacu. Aku ingin mengalahkanmu, menyingkirkanmu dari singgasana yang telah nyaman kau tempati. Aku selalu berusaha, tapi ambisi ku itulah yang membuatku menyukaimu, kau seolah-olah memberiku arti dari semangatku untuk berjuang, meski ya, aku tak pernah mengalahkanmu.

Saat sekolah dasar banyak hal yang kuingat. Yang paling kuingat saat kau dan aku duduk bersama. Entahlah! Ini semacam konspirasi menurutku. Semua orang menertawakan kita, menjodohkan kita, memberi taburan selai di atas cinta monyet kita. Haha.
Kau pernah kan waktu itu lupa membuat PR? Ya, aku juga. Guru menyuruh kita berdiri di depan kelas. Itu lah kali pertama aku tak malu berdiri di depan kelas karena tak membuat PR, karena orang yang selalu di atasku pun ikut berdiri. Semenjak itu aku sadar bahwa kau tak begitu sempurna, tapi kau masih tetap sempurna di mataku.

Kau ingat saat kita kelas 6 dulu? Tentu, masa itu mungkin banyak wanita di kelas kita yang sudah mulai menunjukkan kedewasaan mereka, mereka sudah tahu apa itu cinta. Ya, hanya cinta seperti mereka pikirkan saat itu. Mereka menulis nama setiap lelaki yang mereka suka di tangan mereka, aku juga tak mengerti itu esensinya apa. Kau salah satunya, kau juga menuliskan nama seorang lekaki di tanganmu, aku berharap itu namaku, tapi ternyata bukan! Aku kecewa saat itu, kau menuliskan nama orang lain. Ya! Meski begitu kau masih orang yang sempurna di mataku.

Kita telah tamat sekolah dasar, kita akan memasuki sekolah menengah, aku gagal lulus di sekolah menengah impianku, kau lulus di tempat yang kau inginkan. Kita berpisah, tak ada lagi dirimu dalam tiga tahun ke depan. Disanalah, aku mulai bisa melupakanmu, aku mencari seseorang yang lain. Mungkin kau juga begitu. Entahlah?
Aku pernah mengenal teman sekolahku, aku menjalani hubungan dengannya, hanya sebentar memang, aku hanya sebentar menyukainya, tak selama aku menyukaimu. Lalu aku juga pernah bertemu seseorang yang aku suka, cukup lama kami dekat, kami begitu rajin berkirim pesan dan saling telponan, ya karena jarak jauh yang memisahkan kami. Aku tak pernah menyatakan cinta ku padanya, tapi menurutku dia tahu bahwa aku menyukainya, dan aku juga yakin kalau perasaanku kepadanya juga sama seperti apa yang dia rasakan padaku. Tak mungkin, seorang wanita yang begitu rutin menemani malam-malamku, waktu belajarku, bahkan Ujian Nasional ku selama satu tahun kalau memang orang itu tidak menyukaiku. Namun setelah itu kami tak lagi sering berhubungan seperti biasa, mungkin sudah terlalu fokus menuju SMA.

Aku telah lulus dari Sekolah Menengah yang bukan tempat impianku dan sekarang aku telah memasuki SMU. Aku satu SMU lagi denganmu. Ya, kamu! Orang yang telah lama aku suka. Kita satu sekolah lagi! Tapi kita tak sekelas, atau sebangku seperti dulu. Tapi aku masih tetap bisa melihatmu. Sebentar... melihatmu dengan kekasihmu lebih tepatnya. Aku tak begitu cemburu, karena rasaku padamu tak sedalam dulu, tapi entah kenapa sejak kau memutuskan untuk tak bersamanya, rasa itu kembali dalam, ya sedalam sumur mungkin, entah mungkin palung. Aku lebih akrab denganmu, tak seperti saat sekolah dasar, yang mana saat kau berbicara denganku, itu sudah merupakan anugerah bagiku. Ya, dulu memang aku dan kamu sangat jarang berbicara, meski kita telah sebangku pun, aku tak sanggup berbicara kepadamu. Kau tahu kenapa? Karena aku malu untuk kau menatap padaku, mendengar suaramu dan menatap matamu.
Tapi saat SMU telah berbeda, aku lebih dekat denganmu, tak ada lagi malu untuk menegurmu, tak ada lagi rasa malu untuk berkirim pesan denganmu. Kita dekat, kita saling berbagi cerita, kita begitu dekat, bahkan ada beberapa temanku yang telah menganggap kita pacaran. Tidak mungkin! Aku tidak mungkin pernah bisa mengungkapkan itu meski mungkin kau tahu akan itu.

Sampai pada suatu ketika, teman-temanku memaksaku untuk mengungkapkan perasaanku padamu. Ya, saat itu adalah masa dimana aku dan teman-temanku merasa sudah cukup dewasa dan cukup mampu untuk membagi perhatian antara dirinya sendiri dengan anak gadis orang. Aku tak mau kalah, aku pun mengatakan kalau aku suka kepadamu, dan kau tahu itu!!
Namun entah kenapa, kejantananku lenyap jika itu harus menyatakan secara langsung, berkali-kali ku buat janji denganmu untuk mengungkapkan itu tapi aku dengan pecundang mengikarinya --bahkan aku rutin setiap hari berlatih menyanyikan lagu Can't Take My Eyes Off of You sebagai lagu persembahanku padamu. Namun aku tetap tak berani. Aku merasa diriku lelaki paling pecundang di dunia.
Kau tahu dan kau dengan dingin mengatakan, "Kita lebih baik bersahabat, karena aku tak mau kehilanganmu!"
Aku mengerti, seseorang yang pacaran jika mereka tak jodoh maka putus, setelah mereka putus, biasanya mereka akan jadi lebih jauh, tak ada lagi sayang seperti dahulu, yang ada hanyalah rasa saling benci dan untuk memulihkan itu butuh waktu yang lama. Mungkin karena itulah kau mengatakan itu.
Aku bisa menerima kenyataan itu. Selama kita dekat, aku menyukai beberapa hal darimu, ternyata kau bukan wanita sempurna seperti dalam imajinasiku, kau juga sering mendapat nilai jelek, kau juga sering memarahiku, kau sering berkeluh kesah dan meluapkan kekesalanmu padaku, aku tak pernah merasa marah, aku menikmati semuanya. Ternyata, meski kau tak sempurna, tapi kau tetap sempurna di imajinasiku.

Setelah itu, kita tetap berhubungan, meski tak seakrab dulu, karena ada rasa kecewa di hatiku, tapi satu hal yang patut aku syukuri, kau tak hilang dari hidupku. Aku pun kembali mengayuh perahu ku mencari pelabuhan lain untuk disinggahi. Sampai aku singgah di suatu pelabuhan, aku mendapatkan seseorang yang tulus mencintaiku, meski awalnya aku tak begitu mencintainya, tapi dia mengajarkan aku bagaimana tulus mencintai seseorang. Mungkin hanya dialah wanita yang bisa membuatku menangis karena harus berpisah dengannya. Tapi tak semuanya akhir dari pacaran berakhir buruk, aku dan dia masih berkomunikasi dan kita tak pernah saling benci, ya mungkin hanya gap yang lebih jauh yang memisahkan aku dengan dia. Dia lah cinta terakhir ku di masa sekolahku. Aku telah menanggalkan seragam putih abu-abu ku. Dan aku bersiap-siap untuk memasuki ujian masuk universitas. Ohya, saat hari perpisahan di sekolah, aku dan kamu sempat berfoto berdua. Ya, bersama bagian masa kecil dan masa remajaku. Mungkin itu adalah satu-satunya foto kita berdua selama ini.

Aku pun telah memasuki universitas dan dia juga, tapi kali ini kami kembali berpisah. Ya, aku kembali sempat memarkir perahu pada suatu pelabuhan. Tapi tak lama, aku tak pernah belajar dari kejadian yang menimpaku sewaktu sekolah menengah, aku hanya sebentar menyukainya. Dan akhir-akhir ini juga pernah suka dengan seorang wanita, saat aku mulai menyukainya dia pun memilih orang lain. Haha.

Siang itu aku sangat bosan di rumah, aku memilih menonton sebuah film Taiwan, drama percintaan. Hehe. Film itu kembali menuntunku pada kenangan lama antara aku dan kamu, cerita yang begitu persis dengan masa lalu kita. Film itu mengajarkan bahwa kita tak tahu siapa jodoh kita, bahkan orang yang telah kita sukai begitu lama, belum tentu akan menjadi jodoh kita.

Aku tak tahu, entah kenapa sejak saat itu aku mulai kembali menghubungimu, dan aku tak tahu kenapa, aku kembali merasa nyaman, rasa yang sudah mati suri selama dua tahun itu hidup kembali. Aku juga tak ingin terburu-buru menyatakan bahwa ini adalah cinta. Aku telah banyak belajar dari banyak pelabuhan yang pernah ku singgahi, aku yang selama ini belum bisa menafsirkan rasa suka sesaat dalam sebuah makna cinta. Cinta adalah sesuatu yang utuh dan abadi, yang tak lekang di makan zaman. Mungkin sekarang aku suka padamu, belum tentu aku mencintaimu. Aku tak ingin terburu-buru aku ingin menikmati setiap masa-masa ini denganmu. Kita jodoh atau bukan? Biarlah Tuhan dan waktu dan menjawab dengan caraNya sendiri. Biarkan rasa ini mengalir, dan andai kau tahu aku menyukaimu. Mencintaimu? Sudahlah, biarkan waktu yang menjawab...

0 komentar:

Posting Komentar

| Top ↑ |